Konsep Islam Dalam Menangani Narkoba

Oleh: M. Taufik N.T

Peredaran narkoba di dunia sudah sangat memprihatinkan, termasuk di Indonesia. Jumlah korban meninggal dunia akibat mengonsumsi narkotika dan obat berbahaya (narkoba) di Indonesia meningkat dari 40 orang menjadi 50 orang per hari. (mediaindonesia.com, 7/6/2012)

Peredarannya juga sudah merambah semua lapisan masyarakat, mulai dari tingkat menengah ke bawah sampai ke tingkat menegah ke atas, mulai dari anak SD sampai orang tua. Pada tahun 2011 terdapat 959 siswa SD yang mengonsumsi narkoba, meningkat dari tahun 2010 yang berjumlah 897 kasus. Sementara di kalangan SMP mencapai 1.345 kasus dan siswa SMU sebanyak 3.187 pelajar (republika, 27/5/2012). Akibatnya 80 persen dari total penghuni Lapas masuk karena kasus narkoba. (centroone.com, 17/9/12).

Efek Narkoba

Secara umum ada tiga efek narkoba, yakni sebagai 1) depresan (menekan atau memperlambat fungsi systemsaraf pusat sehingga dapat mengurangi aktivitas fungsional tubuh, dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung tinggi, memberi rasa bahagia dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri), 2) stimulan (merangsang system saraf pusat dan meningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran, mengurangi rasa kantuk karena lelah, mengurangi nafsu makan, mempercepat detak jantung, tekanan darah dan pernafasan), 3) Halusinogen ( mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau halusinasi). Secara umum, efek buruk narkoba terhadap kesehatan meliputi: terganggunya fungsi otak, daya ingat menurun, dan intoksikasi (keracunan). Dengan efek buruk seperti itupun, ternyata kasus narkoba semakin meningkat. Apa sebabnya?

Sekularisme: Akar Masalah

Penyebab utama maraknya narkoba adalah penerapan falsafah sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dalam masyarakat saat ini. Ketika kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syari’ah Allah lagi, maka hal ini mengakibatkan banyak yang lalai akan tujuan hidup, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat. Akibatnya suburlah pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sbg tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). Masyarakat diubah menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan. Prinsipnya bukan halal-haram atau pahala-dosa, tetapiuang saya sendiri dan badan saya sendiri, terserah saya, kan tidak mengganggu anda”. Akhirnya, miras, narkoba, perzinaan, seks bebas, pelacuran, dsb, menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat.

Ditambah lagi dengan sistem hukum yang saat ini, pecandu narkoba tidak lagi dipandang sebagai pelaku tindak kriminal, tetapi hanya korban atau seperti orang sakit. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Gories Mere mengatakan (Kompas.com, 4/10): “Pencandu narkoba seperti orang yang terkena penyakit lainnya. Mereka harus diobati, tetapi menggunakan cara yang khusus.”

Disisi lain, sanksi hukum yang dijatuhkan terlalu lunak. Vonis mati yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera pun justru dibatalkan oleh MA dan grasi presiden. Bandar dan pengedar narkoba yang sudah dihukum juga berpeluang mendapatkan pengurangan masa tahanan. Parahnya lagi, mereka tetap bisa mengontrol penyebaran narkoba dari dalam penjara.

Masalahnya makin gawat, ketika tak sedikit aparat penegak hukumnya justru terjerat narkoba. Menurut data di Mabes Polri, dari Januari hingga 14 Maret 2012 (tiga bulan) saja sebanyak 45 anggota polisi di Indonesia terlibat kasus narkoba. Jumlah sebenarnya bisa jadi jauh lebih banyak.

Status Hukum Narkoba

Tak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya[1], baik itu ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya. Sebagian ulama mengharamkan narkoba karena diqiyaskan dengan haramnya khamr, karena ada kesamaan illat (alasan hukum) yaitu sama-sama memabukkan (muskir). Sebagian menyatakan haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr, melainkan karena dua alasan; Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177)

Dari Ummu Salamah r.a , ia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ

“Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309)

Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).

Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah saw bersabda: “tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66).

Solusi Menyeluruh: Tegaknya Hukum Syari’ah dalam Setiap Aspek Kehidupan

Ketika akar masalahnya adalah pengabaian hukum Allah, baik secara keseluruhan, ataupun sebagiannya, maka solusi mendasar dan menyeluruh untuk masalah narkoba adalah dengan menerapkan hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan. Kalau ini tidak dilakukan, sudah terbukti persoalan bukan semakin baik, namun semakin memperpanjang masalah. Rasulullah bersabda:

… وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

…Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka. (HR. Ibnu Majah dg sanad hasan).

Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan akan tertutup. Landasan akidah Islam mewajibkan negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. Disamping itu, alasan ekonomi untuk terlibat kejahatan narkoba juga tidak akan muncul. Sebab pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (papan, pangan dan sandang) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing.

Sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarîmah (tindakan kriminal) yang termasuk sanksi ta’zir. Pelakunya layak dijatuhi sanksi dimana bentuk, jenis dan kadar sanksi itu diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, bisa sanksi diekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.

Terhadap pengguna narkoba yang baru sekali, selain harus diobati/direhabilitasi oleh negara secara gratis, mungkin cukup dijatuhi sanksi ringan. Jika berulang-ulang (pecandu) sanksinya bisa lebih berat. Terhadap pengedar tentu tak layak dijatuhi sanksi hukum yang ringan atau diberi keringanan. Sebab selain melakukan kejahatan narkoba mereka juga membahayakan masyarakat.

Beberapa Hal Praktis Membentengi Diri dan Keluarga dari Narkoba

– Mengajarkan aqidah yang benar, karena dengan ini bisa memberikan alasan yang tepat bagi seseorang untuk melakukan sesuatu atau untuk meninggalkan sesuatu. Ketika alasannya ‘aqidah maka tidak akan tergoyahkan oleh kemanfa’atan ataupun kemudhorotan yang sifatnya materi yang akan menimpanya.

– Memperbaiki keluarga, sehingga keluarga menjadi tempat yang nyaman bagi anggotanya, sehingga anak tidak mencari kenyamanan lain di luar rumah yang berpengaruh negatif. Anas bin Malik r.a menuturkan:

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Aku tidak pernah melihat orang yang lebih sayang kepada anak-anak selain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (HR. Muslim 2316)

– Menanamkan kebiasaan untuk memanfaatkan waktu, jangan biarkan keluarga terlena dengan kekosongan dan kesia-siaan.

احرص على ما ينفعك ، و استعن بالله عز و جل ، و لا تعجِز

Bersemangatlah pada apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah (untuk melakukannya), dan janganlah malas” (HR. Muslim 2664)

– Memilihkan lingkungan, diantara faktor pemicu ketertarikan terhadap narkoba sebagian besar berasal dari lingkaran pertemanan. Ingin meniru teman, ingin dianggap keren, mencoba apa yang dicoba temannya, ingin menunjukkan jati diri dihadapan teman, ingin dianggap sahabat terbaik, dll. Oleh sebab itu bahaya sekali jika teman-teman dari anak kita adalah orang-orang yang bobrok, rusak dan jauh dari agama. Rasulullah saw bersabda:

“Permisalan teman bergaul yang baik dan teman bergaul yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau tertarik membeli minyak wangi darinya. Minimal, engkau akan tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi akan membuat bajumu terbakar, atau minimal engkau akan mendapatkan bau yang tidak enak” (HR. Bukhari dan Muslim)

– Menjaga ketaatan kepada Allah, karena dengan ketaatan kita, maka penjagaan Allah akan diberikan kepada kita dan keluarga. Rasulullah berkata: jagalah Allah, maka pasti Allah menjagamu, jagalah Allah pasti kau akan menjumpai-Nya dihadapanmu. Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah….(HR. At Tirmidzi, dan dia berkata hadits hasan shohih). Allahu A’lam [Disampaikan di Masjid At Taqwa Martapura, tanggal 27 Nopember 2012]


[1] Yakni ketika bukan dalam keadaan darurat, adapun untuk pengobatan, pembiusan maka dibolehkan.

Baca Juga:

Posted on 27 November 2012, in Akhlaq, Makalah, Pergaulan, Rumah Tangga. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar