Bai’at & “Mati Jahiliyyah”

Oleh: M. Taufik N.T

Kajian ini membahas bagaimana para ‘ulama ahli hadits dalam memahami hadits riwayat Muslim tentang bai’at dan “mati jahiliyyah”. Ini penting dibahas karena sering terjadi kesalahpahaman dalam memahami hadits ini sehingga ada sebagian orang yang menyatakan kaum muslimin yang tidak “membai’at” pimpinan kelompoknya sebagai ”kafir”. Disisi lain ada kaum muslimin yang alergi mendengar hadits ini, sehingga belum apa-apa sudah merasa “dikafirkan” ketika ada kaum muslim lain yang membawakan hadits ini. Hadits tersebut lengkapnya berbunyi:

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَاصِمٌ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ نَافِعٍ قَالَ جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُطِيعٍ حِينَ كَانَ مِنْ أَمْرِ الْحَرَّةِ مَا كَانَ زَمَنَ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ فَقَالَ اطْرَحُوا لِأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ وِسَادَةً فَقَالَ إِنِّي لَمْ آتِكَ لِأَجْلِسَ أَتَيْتُكَ لِأُحَدِّثَكَ حَدِيثًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ أَتَى ابْنَ مُطِيعٍ فَذَكَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلَةَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عُمَرَ قَالَا جَمِيعًا حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَى حَدِيثِ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ

Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu’adz Al ‘Anbari telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami ‘Ashim -yaitu Ibnu Muhammad bin Zaid- dari Zaid bin Muhammad dari Nafi’ dia berkata, " Abdullah bin Umar pernah datang kepada Abdullah bin Muthi’ ketika ia menjabat sebagai penguasa negeri Harrah di zaman kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah. Abdullah bin Muthi’ berkata, "Berilah Abu Abdurrahman bantal." Maka Abu Abdurrahman berkata, "Saya datang kepadamu tidak untuk duduk, saya datang kepadamu untuk menceritakan kepadamu suatu hadits yang pernah saya dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

"Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah."

Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdullah bin Bukair telah menceritakan kepada kami Laits dari Rasulullah ‘Ubaidullah bin Abu Ja’far dari Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj dari Nafi’ dari Ibnu Umar, bahwa dia mendatangi Ibnu Muthi’ lalu menyebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti hadits di atas." Dan telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Ali telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amru bin Jabalah telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Umar semuanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Sa’d dari Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam semakna dengan hadits Nafi’ dari Ibnu Umar."

Takhrij Hadits:

Hadits Ini Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim (no 4899)[1], Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (8/156), Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubro (no. 144), Abu ‘Uwanah (no. 7153). Adapun Jalur periwayatan dalam riwayat Imam Muslim diatas adalah sebagai berikut:

image

Makna Hadits:

1. مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَة لَقِيَ اللَّه تَعَالَى يَوْم الْقِيَامة لَا حُجَّة لَهُ

 Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah.

Imam An Nawawi ketika menjelaskan penggalan hadits ini menulis[2]:

أَيْ : لَا حُجَّة لَهُ فِي فِعْله ، وَلَا عُذْر لَهُ يَنْفَعهُ .

Yakni: tidak ada alasan baginya dalam perbuatannya (melepaskan ketaatan dari penguasa), dan tidak ada ‘udzur (dalih) yang memberi manfaat kepadanya (yakni dalih untuk menyelamatkan dia pada hari kiamat).

Jadi penggalan hadits ini menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk tidak taat kepada penguasa, walaupun begitu bukan berarti ketaatan kepada penguasa itu mutlak, ada kondisi dimana penguasa justru tidak boleh dita’ati (tidak dibahas disini).

2. وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah

Berkaitan dengan hadits ini al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalany (wafat 852 H)[3] dalam Fathul Bary mengatakan:

وَالْمُرَاد بِالْمِيتَةِ الْجَاهِلِيَّة وَهِيَ بِكَسْرِ الْمِيم حَالَة الْمَوْت كَمَوْتِ أَهْل الْجَاهِلِيَّة عَلَى ضَلَال وَلَيْسَ لَهُ إِمَام مُطَاع ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَعْرِفُونَ ذَلِكَ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّهُ يَمُوت كَافِرًا بَلْ يَمُوت عَاصِيًا

Yang dimaksud dengan al mîtah al jâhiliyyah – dengan mim dikasroh – (mati dalam keadaan jahiliyyah) adalah keadaan mati seperti matinya orang jahiliyyah yakni diatas kesesatan tidak punya imam yang ditaati karena sesungguhnya mereka dulu tidak tahu yang demikian. Bukanlah yang dimaksud ia mati kafir, bahkan (maksudnya) ia mati dalam keadaan maksiat…

Al Hafidz melanjutkan:

وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون التَّشْبِيه عَلَى ظَاهِره وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ يَمُوت مِثْل مَوْت الْجَاهِلِيّ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ هُوَ جَاهِلِيًّا

(Ungkapan al mîtah al jâhiliyyah) mengandung makna tasybîh (penyerupaan) atas dlohirnya, yang maknanya dia mati seperti mati jahiliyyah walaupun dia bukan orang jahiliyyah.

Semakna dengan penjelasan diatas adalah penjelasan tentang al mîtah al jâhiliyyah (mati dalam keadaan jahiliyyah) oleh al Hafidz As Suyuthi (wafat 911 H) dalam Syarh As Suyuthi ‘ala Muslim (4/459)[4], dan As Sindi (wafat 1138 H) dalam Hâsyiyah As Sindi ‘ala an Nasa’i (7/123)[5], juga Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (6/322)[6].

Adapun tema hadits ini adalah bai’at kepada khalifah/kepala negara dalam sistem Islam, dan tidak ada bai’at untuk pimpinan organisasi, ormas ataupun partai, kalaupun diadakan maka bai’at untuk pimpinan organisasi, ormas ataupun partai tersebut hanyalah sekedar janji/sumpah yang hukum dan pembahasannya tidaklah sama dengan hadits ini, dan hadits ini bukan dalil dalam masalah tersebut.

Kesimpulan

Hadits tersebut tidak menyatakan kafir orang yang tidak ada bai’at dipundaknya terhadap khalifah/penguasa, namun dikatakan sebagai orang yang mati dalam keadaan bermaksiat, walaupun tidak kafir, namun ia berdosa.

Adapun dalam kondisi seperti saat ini, dimana secara de facto tidak ada khalifah, sehingga tidak ada bai’at di pundak muslim hari ini, maka kaum muslimin wajib berusaha sekuat mungkin untuk mewujudkannya sehingga ada bai’at dipundak mereka, baik bai’at in’iqad (bai’at pengangkatan) secara langsung, atau hanya bai’at tha’at (sekedar rela dengan kepemimpinan khalifah yang diangkat).

Bagaimana kalau kita mati sebelum khilafah tegak? Kalau kita sudah berusaha sekuat tenaga maka semoga Allah menerima ‘amal usaha kita dan Allah mengampuni kita atas keterbatasan kemampuan dan usaha kita, Allah tidak membebani kita dengan yang diluar kemampuan kita. Kalau kita belum berusaha, atau sudah berusaha namun asal-asalan, berusaha namun hanya dengan sisa-sisa waktu kita, hanya kalau sempat saja, ya nanti jawab sendiri saat ditanya Allah diakhirat nanti. Allahu Ta’ala A’lam.

Baca Juga:


[1] Penomoran mengikuti apa yang ada di Maktabah Syamilah, bisa tidak sama tergantung tahun terbit.

[2] Syarh Shahih Muslim, 6/323, Maktabah Syamilah

[3] Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari (20/58), Maktabah Syamilah.

[4] أي على صفة موتتهم من حيث إنهم فوضى لا إمام لهم

[5] والمراد مات كما يموت أهل الجاهلية من الضلال وليس المراد الكفر

[6] أَيْ : عَلَى صِفَة مَوْتهمْ مِنْ حَيْثُ هُمْ فَوْضَى لَا إِمَام لَهُمْ

Posted on 21 September 2010, in Kritik Pemikiran, Mutiara Hadits, Politik, Syari'ah and tagged . Bookmark the permalink. 19 Komentar.

  1. jazakalllah khair ustad atas pencerahannya, tapi bukankah khilafah sudah tegak sejak 1953, dengan wali al fattaah sebagai imam pertamanya? [mereka adalah jama’ah muslimin (hizbullah)] bai’at yg dilakukanpun sesuai dengan yang disyari’atkan, katanya juga setelah dilakukan pengangkatan imam langsung di serukan ke berbagai penjuru dunia bahkan ketika raja saudi pada waktu itu (sy lupa namanya) ketika di tawari untuk bermakmum ia tidak menolak dan bahkan memberikan imam walli al fattaah gelar “syaikh”, dan mengatakan untuk melanjutkan dakwah itu, karena itu sebuah kebenaran… bagaimana itu ustad?

    Suka

    • khilafah yg dimaksud disini adalah seperti yg dijelaskan oleh Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah hal 97 :
      قد بينا حقيقة هذا المنصب، وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين، وسياسة الدنيا به، تسمى خلافة وإمامة، والقائم به خليفة وإماماً
      “Telah kami jelaskan hakikat kedudukan ini [khalifah] dan bahwa ia adalah pengganti dari Pemilik Syariah [Rasulullah SAW] dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama. [Kedudukan ini] dinamakan Khilafah dan Imamah, dan orang yang melaksanakannya [dinamakan] khalifah dan imam.”

      Sedangkan jama’atul muslimin, adakah mereka memiliki wilayah yg mereka kuasai sepenuhnya dan mereka terapkan hukum Allah, serta mereka mengemban tugas-tugas sebagai khalifah? kalau tidak maka itu bukan khalifah, namun masih sekedar organisasi, bukan negara, dan ana fahami bai’at yg dimaksud di hadits tsb bukan baiat ke pemimpin organisasi, sebagaimana ana jelaskan. Allahu A’lam.

      Suka

  2. afwan ustad, yang saya maksud jama’ah muslimin(hizbullah) bukan jama’atul muslimin, mereka mengaku bukan organisasi karena ini sistem khilafah bukan buatan manusia.
    afwan ustad sebelumnya apa ustad pernah mengkaji tentang jama’ah ini? dalam buku mereka berjudul “khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah” yg disadur dari berbagai pidato wali al fattaah, menjelaskan bahwa khlafah tidak berpolitik (tidak mencari kekuasaan sprti pd masa nabi ketika pernah ditawari untuk menjadi pemimpin oleh kafir quraisy namun Rasulullah menolak dgn membandingkan matahari dan bulan), dan tidak beebentuk organisasi.
    kalau dipikir secara logika, apa pantas mereka mengatakan demikian namun mereka tetap memakai sistem oraganisasi? berarti mereka menerapkan sistem lain? apa itu?
    mohon penjelasannya ustad…

    Suka

    • Ana kurang tahu tentang jama’ah muslimin (arabnya = jama’atul muslimin = جماعة المسلمين), cuma pernah baca iklan mereka waktu di bogor dulu, juga pernah baca undangan mereka waktu di bjm, mrk memang ngakunya sebagai khilafah, namun khilafah apa? wilayahnya mana? kekuasaannya apa, itulah yg ana tanyakan. kalau tidak ada itu bukan khilafah yg dimaksud disini, sebagaimana ada khalifah tarekat naqsyabandiyyah dll, itu bukan khalifah dlm konteks ini. Lebih jelasnya khilafah dan strukturnya dan apa yg dilakukan Rasulullah dengan kekuasaan baca kitab ini: http://hizbut-tahrir.or.id/wp-content/uploads/2009/01/struktur-daulah-khilafah-cet3-2008.pdf

      Suka

  3. Afwan ustad, mungkin satu pertanyaan lagi; syarat2 khilafah apa saja, beserta dalil-dalilnya…
    jazakallah khair.

    Suka

  4. khilafah wajib ditegakkan,
    sangat penting untuk kehidupan, yang makmur seperti zaman bani utsmania, dan lain-lain

    Suka

  5. Jika berbai’at kepada Khalifah adalah kewajiban bagi kaum muslimin. Maka itu sama saja antum telah menyatakan sahabat Ali bin Abi Thalib telah melanggar kewajiban (& itu berarti beliau telah berdosa & pelaku maksiat) karena tidak membaiat khalifah Abu Bakar as-Siddiq, walau hanya utk beberapa hari. Atau sahabat Sa’ad bin Ubadah (salah seorang pemuka Anshar) yg menolak utk membaiat khalifah Abu Bakar as-Siddiq hingga akhir hayatnya. [tentang hal ini silakan baca Tarikh ath-Thabari]
    Juga cucu Rasulullah & penghulu para pemuda di surga, Husain bin Ali bin Abi Thalib yg secara tegas menolak kepemimpinan Yazid bin Mu’awiyah hingga akhirnya dia dibantai di padang Karbala. Apakah mereka itu termasuk orang2 pendosa, zalim & pelaku maksiat?

    (ini kiriman teman, mohon pencerahannya, ^_^)

    Suka

  6. @ Ilham: bai’at itu ada dua: bai’at pengangkatan (bai’at in’iqod) dan bai’at tha’at. tidak semua orang harus bai’at in’iqad, ketika khalifah diangkat maka cukup bai’at tha’at, pada masa Rasulullah saw saja tidak semua kaum muslimin berbai’at langsung kepada Rasulullah, dan mereka tidak berdosa. Begitu juga pada masa khilafah setelahnya.

    Suka

  7. Perbedaan wahyu dan politik.
    Wahyu ;Al-Qur,an As-sunnah dari Allah.
    Politik ;Sumbernya otak manusia,relatif dan rapuh.
    Wahyu ;Pengamalannya Ibadah kepada Allah subhanahu wa ta,alaa
    Dengan contoh Rosulullah Salallahu alaihi Wa sallam.
    Politik ;Menurut sikon yang berubah-ubah tidak menentu.
    Wahyu ;Sangsinya Dosa,Azab Neraka Jahanam.
    Politik ;Tidak mengenal Dosa tidak mengenal Haram, H.3 Halal,Haram,Hantam.
    Wahyu ;Wujudnya Jama’ah Muslimin Wa Imamahum
    Rahmatan lil alamin,fitrah dan Sunnah.
    Politik ;Ormas,Orpol,Negara Islam.
    Wahyu ;Tujuannya Ridho Allah dan Magfiroh Allah saja.
    Politik ;Kekuasaan.
    Sehingga perbedaan Wahyu dan Politik laksana sang kholiq dengan Makhluknya.

    Suka

  8. bapak M. Taufik, apakah bapak sudah baiat? dan kepada siapakan bapak baiat? hadits2 tentang imam, baiat, jamaah sangat banyak, sepengetahuan saya hadits tentang ke baiatan tidak ada yang di mansukh, jd baiat itu wajib dalam rangka melaksanakan dalil

    Suka

    • Belum ada khilafah (pemerintahan Islam) yang secara syar’iy tegak sehingga layak diberikan bai’at yang sah, kewajiban kita saat ini adalah mewujudkan agar yang akan dibai’at itu ada, yakni khilafah. Allahu A’lam

      Suka

  9. Bagaimana situasi politik di syiria? Apakah ada hubungannya dengan hadits bahwa akan lahir khalifah di Syam? Tolong penjelasannya ustadz! Jazaakalloh

    Suka

  10. Mencari kebenaran itu harus Ikhlas dalam arti lillahi ta”ala Jangan sampe ada sombong meremehkan Manusia menolak barang Hak KALAU SUDAH ADA JAMAAH YA IKUTI SAJA. (JAMAAH MANA YANG LEBIH DAHULU dan Berdasarkan Alqur’an dan Hadist)
    ==
    Komentar: Hadits tentang bai’at di atas itu bukan bai’at ke pemimpin jama’ah mas, namun kepada pemimpin umum umat Islam, yakni khalifah, sekarang belum ada, kalaupun ada yang mengklaim sebagai khalifah, itu masih fiktif krn tidak ada wilayah dan kekuasaan yang secara real dia atur. Allahu A’lam

    Suka

  11. hahahaha pembenaran ikhi,, mencari elah supaya diri nya terhindar dari rasa takut,, baiat itu kan perjanjian kepada allah
    Firman Allah SWT:

    إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿الفتح: ١٠﴾

    Bahwasanya orang-orang yang bersumpah setia kepada kamu sesungguhnya mereka bersumpah setia kepada Allah. Kekuasaan Allah di atas kekuasaan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.[9]

    ini noh mksd baiat,, kalau kalian tak di baiat, kalian tak peru lah ayat yg ini huahuahuahua

    Suka

    • ===
      إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ
      dhomir كَ itu merujuk kemana mas? 🙂 coba pahami yang bener [M. Taufik N.T]
      ===

      Suka

  12. السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Sekarang ada kelompok yg mengaku Khilafah tapi sebagai Jamaah, minta agar kita berbaiat pd Khalifah nya, padahal jamaah itu belum memenuhi syarat sebagai Khilafah.
    Apakah kita bisa berbaiat padanya?, saya pikir kita tdk bisa sembarang berbaiat pd yg mengaku khalifah pd jamaah tertentu, padahal Khilafah itu hrsnya berbentuk negara bukan sekedar jamaah.

    Suka

  1. Ping-balik: Jasa Terpenting Khilafah Islamiyah Pada Nusantara – Site Title

Tinggalkan komentar