Sabar dalam Menghadapi Musibah

Oleh : M Taufik NT

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia

Dalam Tafsir Jalalain diceritakan bahwa suatu ketika lampu Nabi saw. padam, maka beliau pun mengucapkan istirja`, lalu kata Aisyah, “Bukankah ini hanya sebuah lampu!” Jawabnya, “Setiap yang mengecewakan (hati) orang mukmin itu berarti musibah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kumpulan hadis-hadis mursalnya.

Kita dituntut untuk bersabar dalam menghadapi musibah, baik itu kehilangan harta, kematian anak, tidak lulus ujian, badan terasa sakit, kebanjiran, maupun segala sesuatu yang mengecewakan hati kita. Disamping itu hendaknya kita sadar bahwa semuanya adalah milik Allah dan akan kembali kepadanya, oleh karena itu Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam hadits riwayat imam Muslim (hadits no 1525) dari Ummu Salamah:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا} إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

Tidak ada sorang muslim yang ditimpa suatu musibah, kemudian ia mengucapkan apa yang diperintahkan Allah, (yakni)

{إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا}

Artinya: sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya, ya Allah berilah pahala kepadaku atas musibah yang menimpaku dan gantilah untukku yang lebih baik darinya Melainkan Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dari (musibah) tersebut.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Hanya saja pahala ini akan Allah berikan  jika kita mampu bersabar, tidak berkeluh kesah saat pertama kali goncangan musibah itu datang.

Suatu ketika Nabi saw. menghampiri seorang wanita yang menangis di dekat kuburan, kemudian Nabi bersabda, “Bertakwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah.” Wanita itu berkata, “menjauhlah engkau dariku, Engkau tidak tertimpa musibah seperti aku.” Wanita itu tidak mengenal Rasulullah saw. Kemudian dikatakan kepada wanita itu bahwa yang berkata tadi adalah Rasulullah saw. Wanita itu lalu mendatangi rumah Nabi saw. tapi ia tidak menemukan penjaga pintu, sehingga ia masuk ke rumah Nabi dan berkata, “Aku tidak mengenal engkau.”—dalam fathul Bariy disebutkan riwayat bahwa wanita itu berkata ‘aku akan bersabar –aku akan bersabar– lalu Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى

“Sesungguhnya kesabaran (yang mendapat pahala) itu pada saat goncangan yang pertama.” (Mutafaq ‘alaih)

Besarnya pahala yang diberikan Allah bergantung kepada besarnya musibah yang diberikan. Dari Anas bin Malik, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

Besarnya balasan bersama dengan besarnya bala/ujian, dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya, maka barang siapa yang ridho baginya keridhoan Allah, dan barang siapa yang marah[1] baginya kemarahan Allah (Hr.  Ibn Majah no 4021)

Sebagai penutup khutbah ini marilah kita renungkan kisah sabarnya ummu sulaim, yang diriwayatkan oleh imam Muslim (hadits no 4496, kutubut tis’ah) dari anas:

“Anak laki-laki Abu Thalhah dari  Ummu Sulaim meninggal dunia. Maka isterinya berkata kepada keluarganya,  “Jangan kalian beritakan kepada Abu Thalhah tentang kematiannya, sampai aku  sendiri yang mengabarkannya!”. Kemudian Abu Thalhah pun datang dan  dihidangkan kepadanya makan malam, maka ia pun makan dan minum. Sang istri kemudian berdandan bahkan lebih indah dari waktu-waktu  sebelumnya. (Kemudian mereka ‘bekerja sama’). Setelah dia merasa, bahwa Abu Thalhah telah kenyang dan puas dengan pelayanannya, sang isteri bertanya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana  pendapatmu tentang suatu kaum yang meminjamkan sesuatu kepada sebuah  keluarga, lalu mereka mengambil barang yang dipinjamkannya, apakah mereka  berhak menolaknya?” Ia berkata, “Tidak (berhak)!” “Jika demikian, maka  mintalah pahalanya kepada Allah Ta’ala tentang puteramu (yang telah  diambil-Nya kembali)”, kata sang istri. Suaminya berkata, “Engkau biarkan  aku, sehingga aku tidak mengetahui apa-apa, lalu engkau beritakan tentang  (kematian) anakku?” Setelah itu, ia pun mendatangi Rasulullah, lalu ia ceritakan apa yang telah  terjadi. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semoga  Allah Ta’ala memberkahi kalian berdua dalam kejadian tadi malam”. Lalu isterinya  mengandung dan melahirkan seorang anak…dan Rasulullah menamainya Abdullah’.”

Dalam riwayat al-Bukhari, Sufyan bin Uyainah berkata, “Seorang laki-laki  dari sahabat Anshar berkata, “Aku melihat mereka memiliki sembilan anak.  Semuanya telah hafal al-Qur’an, yakni dari anak-anak Abdullah, yang  dilahirkan dari ‘kerja sama’ malam itu, malam wafatnya anak yang pertama,  yaitu Abu Umair.

Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk mampu ridho dn sabar atas segala hal yang mengecewakan hati kita, dan Allah mengganti musibah yang menimpa dengan seuatu yang lebih baik.


[1] Ini perincian bagi kaum secara mutlaq, karena kalau Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan memberi taufiq kepada mereka untuk bisa ridho. (syarah sunan ibn majah)

Posted on 29 Januari 2009, in Khutbah Jum'at. Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. assalamualaikum ustadz. apa kabar? insya Allah sejak senin 20 april hingga sebulan ke depan domisili saya di banjarbaru lagi. ready to fight…. (fauzan-doktermudaliar)

    Suka

  2. ‘alaykumussalaam, alhamdulillah ana sehat. koq cuma sebulan lebih lama bagus juga bisa bantu teman2 di bjb

    Suka

Tinggalkan komentar